![]() |
Ilustrasi awal masuknya islam. sumber: an-nur.ac.id/ |
Sejarah membuktikan bahwa kedatangan agama atau budaya baru sedikit banyak menghasilkan perombakan terhadap tatanan kemasyarakatan. Kedatangan agama Hindu dan Buddha pada awal-awal abad Masehi membangkitkan berbagai kerajaan bercorak Hindu Buddha; seperti Kutai di Kalimantan dan Tarumanegara di pulau Jawa bagian Barat. Satuan kesukuan dan adat lama berubah menjadi sistem kerajaan seperti di India. Ini tercermin dalam silsilah raja pada prasasti Raja Mulawarman di Kutai, di mana kakek Mulawarman disebutkan bernama Kudungga. Nama ini tampaknya merupakan nama Indonesia asli dan belum terpengaruh budaya India; sementara itu, anaknya yang bernama Aswawarman (ayah Mulawarman) jelas sekali mencerminkan nama bercorak India. Kendati demikian, pengaruh India ini tak menjangkau seluruh Kepulauan Nusantara dan di beberapa tempat tidak pula bertahan lama. Selain itu, pengaruhnya tidak pula menjangkau seluruh lapisan kehidupan dan masyarakat. Banyak tradisi-tradisi lama tetap dipertahankan dan bercampur dengan aspek-aspek budaya serta agama baru.
Kini dengan hadirnya agama Islam, para penguasa kerajaan-kerajaan yang ada sebelumnya baik bercorak Hindu Buddha ataupun tradisional, mulai menganut Islam, terutama setelah kurun waktu 1500-an. Dengan demikian, bangkitlah kesultanankesultanan Islam di berbagai penjuru Nusantara, yang diawali oleh Samudera Pasai pada kurang lebih abad ke-13. Tatanan pemerintahan lama mulai digantikan oleh yang baru. Gelar-gelar lama digantikan oleh berbagai gelar baru yang bercorak Islam. Sebagai contoh, para raja setelah menganut agama Islam mulai menyandang gelar sultan.
Hingga saat ini, belum ada kepastian kapan dan siapakah yang membawa agama Islam ke Kepulauan Nusantara. Masih ada berbagai teori tentang hal itu. Kendati demikian, dapat dipastikan bahwa masuk dan berkembangnya agama Islam di berbagai pelabuhan Majapahit erat hubungannya dengan aktivitas perdagangan; terutama setelah berdirinya Samudera Pasai 1 . Terdapat dugaan bahwa para pedagang dari Gujarat, India telah menyebarkan agama ini seiring dengan kegiatan perniagaan mereka 2 . Waktu masuknya agama Islam di berbagai pelosok Kepulauan Nusantara tidaklah sama dan sangat bervariasi. Menjelang abad ke-15, rakyat pesisir timur Sumatera telah menganut agama Islam. Ma Huan mencatat bahwa pada tahun 1416 sudah ada orang-orang Muslim yang berdiam di Gresik. Hal ini membuktikan bahwa sebelum runtuhnya Majapahit, telah terbentuk komunitas Muslim di pesisir utara Pulau Jawa. Tradisi setempat meriwayatkan bahwa orang-orang Arab sudah ada di Kepulauan Maluku pada kurang lebih abad ke-14. Konon, raja Ternate bernama Molomateya (1350–1357) telah menjalin persahabatan dengan orang-orang Arab, yang mengajarkan teknik pembuatan kapal padanya 3 . Hanya saja, kontak yang terjadi belumlah dalam bidang keagamaan. Raja Ternate yang benar-benar menganut agama Islam adalah Sultan Zainal Abidin (1486–1500). Sementara itu, agama Islam baru tersiar di Sulawesi pada kurang lebih awal abad ke-17. Di tempat-tempat lain, Islam bahkan masuk pada masa-masa yang lebih kemudian lagi.
Perang saudara akut yang melanda pusat pemerintahan Majapahit menjadikan kota-kota pelabuhan semakin otonom dan akhirnya melepaskan diri dari pemerintah pusat. Demak, selaku salah satu bandar perdagangan utama di pesisir utara Jawa bertambah pesat perkembangannya dan bertumbuh menjadi suatu kerajaan di bawah Raden Patah. Bangkitnya Demak ini menenggelamkan sisa-sisa kejayaan Majapahit. Kemudian Banten dan Cirebon menyusul tumbuh menjadi kerajaan-kerajaan Islam utama di Jawa bagian barat. Banten belakangan menghancurkan Pajajaran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat.
Tersebarnya agama Islam tak luput dari peran ulama yang dengan giat berupaya menyiarkan keyakinannya. Di Jawa para penyebar agama Islam pertama bergelar sunan dan disebut wali. Dalam naskah-naskah babad dikenal adanya sembilan wali yang tersohor dengan sebutan walisongo. Nama-nama mereka adalah Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Gunungjati (Syarif Hidayat), Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Muria, dan Sunan Rahmat. Peran para ulama tidak hanya dalam bidang keagamaan saja, melainkan merangkap pula sebagai penasihat dalam berbagai urusan pemerintahan dan hal-hal lainnya. Sunan Gunungjati juga seorang raja, sehingga digelari pandita ratu. Sunan Kalijaga tersohor sebagai ulama yang berkecimpung di dunia seni. Sunan Giri kerap memberikan restunya saat penobatan seorang raja. Selain walisongo, di Jawa masih ada tokoh-tokoh yang disetarakan dengan para wali, seperti Maulana Magribi, Syekh Bentong, Syekh Majagung, dan lain sebagainya. Patut pula disebutkan nama Syekh Yusuf, ulama asal Makassar, yang menjadi penasihat Sultan Ageng Tirtayasa. Di luar Jawa dikenal nama Dato’ ri Bandang yang menyebarkan agama Islam sampai ke Sulawesi dan Tuan Tunggang Parang, penyiar agama Islam di Kalimantan.
Posting Komentar