Peristiwa masa lampau
meninggalkan jejak dan jejak peristiwa sejarah ini menjadi sumber penulisan
sejarah. Dari sumber-sumber sejarah baik yang berupa sumber lisan, tertulis
maupun benda, diteliti secara cermat, dibandingkan, kemudian diinterpretasikan
dan akhirnya disusun menjadi suatu kisah sejarah yang mudah dipahami dan
menarik.
Untuk dapat menulis kembali
peristiwa masa lampau menjadi suatu tulisan yang mudah dipahami dan menarik,
diperlukan suatu metode. Metode penelitian sejarah lazim disebut metode
sejarah. Metode adalah cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan teknis. Metode
berbeda dengan metodologi. Metodologi adalah "science of methods",
yaitu ilmu yang membicarakan petunjuk pelaksanaan teknik penelitian ilmu
pengetahuan. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan yang
saksama dan teliti terhadap suatu masalah, baik untuk mendukung atau menolak
suatu teori atau untuk mendapatkan kebenaran. Oleh karena itu, metode sejarah
dalam pengertian umum adalah penyelidikan terhadap peristiwa masa lampau dengan
menggunakan jalan pemecahan melalui metode sejarah. Menurut Gilbert J.
Garraghan (1975 ) bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan
atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumbersumber sejarah secara efektif,
menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hal-hal yang dicapai
dalam bentuk tertulis. Senada dengan pengertian ini, Louis Gottschalk, (1975)
mengatakan metode sejarah adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji dan
menganalisis data yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan masa lampau
kemudian direkonstruksikan berdasarkan data yang diperoleh sehingga
menghasilkan kisah sejarah.
Langkah-langkah penelitian sejarah
adalah sebagai berikut.
a. Heuristik
Heuristik berasal dari kata
Yunani heurishein, artinya memperoleh. Menurut G.J. Reiner (1997), heuristik
adalah suatu teknik, mencari dan mengumpulkan sumber. Dengan demikian heuristik
adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber. Dalam hubungan penelitian,
peneliti mengumpulkan sumber-sumber yang merupakan jejak sejarah atau peristiwa
sejarah.
Suatu prinsip di dalam heuristik
adalah sejarawan harus mencari sumber primer. Sumber primer dalam penelitian
sejarah adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata. Hal ini dalam bentuk
dokumen, misalnya catatan sidang, catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan
arsip laporan pemerintah atau organisasi. Sedangkan dalam sumber lisan yang
dianggap primer ialah wawancara langsung dengan pelaku peristiwa atau saksi
mata. Adapun sumber koran, majalah, dan buku adalah sumber sekunder. Dengan
demikian langkah heuristik adalah mencari sumber primer, apabila tidak
memungkinkan baru sumber sekunder.
Untuk penelitian dokumen library
research, yang dilakukan peneliti melakukan telaah dokumen dan membuat catatan.
Apabila sumber lisan, teknik yang dilakukan adalah wawancara atau interview.
Wawancara langsung dengan saksi atau pelaku peristiwa dapat dianggap sebagai
sumber primer, manakala sulit sekali didapat sumber tertulis. Namun wawancara
juga bisa merupakan sumber sekunder, apabila fungsi wawancara itu sebagai bahan
penjelas atau pelengkap dari sumber tertulis.
b. Kritik Sumber (Verifikasi)
Setelah sumber sejarah terkumpul,
maka langkah berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik
sumber untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini yang harus diuji ialah
keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik
ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri
lewat kritik intern. Dengan demikian, kritik sumber ada dua, yakni kritik
ekstern dan kritik intern.
1) Keaslian Sumber (Otentisitas)
Peneliti melakukan pengujian atas
asli tidaknya sumber, berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang
ditemukan. Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis, maka harus diteliti
kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya,
kata-katanya, dan hurufnya.
2) Kesahihan Sumber
(Kredibilitas)
Pertanyaan pokok untuk menetapkan
kredibilitas ialah "bukti-bukti yang terkandung dalam sumber".
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa kesaksian dalam
sejarah merupakan faktor paling menentukan sahih dan tidaknya bukti atau fakta
sejarah itu sendiri. Menurut Gilbert J. Garraghan (1957), kekeliruan saksi pada
umumnya ditimbulkan oleh dua sebab utama : pertama, kekeliruan dalam sumber
informasi yang terjadi dalam usaha menjelaskan, menginterpretasikan atau
menarik kesimpulan dari suatu sumber. Setiap usaha untuk menentukan faktor yang
sebenarnya juga dapat dengan mudah mengakibatkan kekeliruan. Kedua, kekeliruan
dalam sumber formal. Penyebabnya adalah kekeliruan yang disengaja terhadap
kesaksian yang pada mulanya penuh kepercayaan; detail kesaksian tidak dapat dipercaya;
dan para saksi terbukti tidak mampu menyampaikan kesaksiannya secara sehat,
cermat dan jujur. Atas semua penyebab kekeliruan ini, akan lebih tepat bila
menelusuri kredibilitas sumber berdasarkan proses-proses dalam kesaksian. Oleh
karena itu, kritik dilakukan sebagai alat pengendalian atau pengecekan
proses-proses itu serta untuk mendeteksi adanya kekeliruan yang mungkin
terjadi.
c. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran
sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan
melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber. Jadi
interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu
dengan yang lainnya. Di dalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti
harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
peristiwa. Data sejarah sering mengandung beberapa sebab yang dapat membantu
mencapai hasil. Akan tetapi, mungkin juga sebab yang sama dapat mengantarkan
hasil yang berlawanan.
d. Historiografi
Langkah terakhir metode sejarah
ialah historiografi, yakni merupakan cara penulisan, pemaparan atau penulisan
laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Penulisan hasil laporan
hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari
fase awal hingga akhir (penarikan kesimpulan).
Penyajian penelitian secara garis
besar dan sederhana terdiri atas tiga bagian, yakni : (1) pendahuluan, (2)
pembahasan ( hasil penelitian) dan (3) penutup. Setiap bagian biasanya
dijabarkan dalam bab-bab atau subbab. Di samping itu pada bagian depan ada
halaman judul, kata pengantar, dan daftar isi. Dalam hal ini bisa ditambahkan
daftar tabel atau daftar gambar, sedangkan di bagian akhir ada daftar pustaka
dan lampiran.
Pendahuluan, antara lain meliputi
: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan metode penelitian. Pembahasan/hasil penelitian adalah
penjabaran dari rumusan masalah, misalnya rumusan masalah tiga (a, b, dan c),
maka pembahasannya juga a, b, dan c. Penutup, terdiri dari simpulan yang
merupakan hasil dari analisis terhadap data dan fakta yang telah dihimpun atau
merupakan jawaban terhadap rumusan yang telah dirumuskan. Kesimpulan dirumuskan
secara ringkas, jelas, dan tegas. Saran berkaitan dengan kesimpulan yang
dinyatakan secara operasinal (jelas) kepada siapa ditujukan dan apa saran yang
disampaikan.
Menurut Kuntowijoyo (2000)
sebelum keempat langkah itu sebenarnya ada satu kegiatan penting, yakni
pemilihan topik/judul dan rencana penelitian. Topik/judul penelitian memuat
masalah atau objek yang harus dipecahkan melalui penelitian. Dalam sebuah judul
penelitian sejarah, biasanya terdiri dari : (1) masalah, objek atau topik
penelitian; (2) subyek; (3) lokasi atau daerah; (4) tahun atau waktu terjadinya
peristiwa; dan kadang disebutkan pula (5) metode penelitian. Contoh karya
Sartono Kartodirdjo dengan judul : Pemberontakan Petani Banten 1888. Rinciannya
(1) objeknya ialah pemberontakan; (2) subjeknya petani; (3) lokasinya di Jawa
khususnya di Banten; dan (4) waktu tahun 1888.
0 Komentar